Bagaimana pemain naturalisasi telah mengubah sepakbola Indonesia
Pemain naturalisasi telah mengambil bagian dalam kesuksesan regional tim sepak bola nasional Indonesia baru-baru ini, sehingga mendorong Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) untuk mempertahankan kebijakan naturalisasi pemain dalam jangka panjang, dan membuka jalan bagi olahraga lain untuk mengikutinya.
Indonesia memanggil 11 pemain naturalisasi ke tim nasional sepak bola pada awal September. Sembilan di antaranya dimasukkan dalam starting lineup oleh pelatih Shin Tae-yong. Tim itu bermain imbang 1-1 melawan Arab Saudi dan 0-0 melawan Australia pada dua laga awal grup C babak kualifikasi ketiga Piala Dunia 2026. Jauh berbeda dengan delapan bulan lalu saat Indonesia kalah 0-4 dari Australia di babak 16 besar Piala Asia 2023.
Berbekal pemain asal Belanda, rentetan kesuksesan Indonesia terus berlanjut sejak awal tahun 2024, setelah lolos babak penyisihan grup Piala Asia dan mencapai semifinal Piala Asia U23. Jumlah pemain naturalisasi di tim terus bertambah, dengan pendatang baru Mees Hilgers dan Eliano Reijnders yang bermain di kejuaraan Belanda.
Hilgers, 23, bermain untuk FC Twente saat bermain imbang 1-1 dengan Man Utd di babak penyisihan grup Liga Europa pada 25 September.
Reijnders, 24, pemain kunci PEC Zwolle, memutuskan bermain untuk Indonesia, tanah air ibunya setelah saudaranya Tijjani dipanggil ke timnas Belanda.
Kebangkitan tim nasional sepak bola Indonesia ditanggapi dengan meningkatnya kekhawatiran bahwa masuknya pemain naturalisasi dapat merusak identitas tim dan mengurangi motivasi pemain asli. Penolakan terhadap naturalisasi tidak hanya datang dari masyarakat tetapi juga dari para politisi, termasuk anggota DPR dan Komite Olimpiade Indonesia. Pertanyaan yang mereka ajukan adalah “Kapan Indonesia berhenti melakukan naturalisasi pemain?”.
Dalam jumpa pers di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI pada 19 September, Presiden PSSI Erick Thohir mengatakan perbedaan pendapat bisa dimaklumi.
“Kami bertujuan untuk meningkatkan prestasi tim nasional,” kata Thohir kepada Antara. “Naturalisasi adalah kebijakan jangka panjang.”
Thohir, 54 tahun, menegaskan naturalisasi merupakan tren sepak bola global dan sesuai aturan. FIFA tidak melarang naturalisasi, asalkan pemain membuktikan bahwa mereka telah tinggal terus menerus selama lima tahun di negara tersebut, atau membuktikan bahwa mereka memiliki keturunan dari orang tua atau kakek dan neneknya. Kriteria ini serupa dengan undang-undang naturalisasi di banyak negara, termasuk Indonesia dan Vietnam. Meski demikian, Thohir menegaskan PSSI fokus mendatangkan pemain asal Indonesia, setelah melihat potensi besar pada komunitas diaspora di Belanda.
Indonesia adalah negara jajahan Belanda dari tahun 1800 hingga 1945. Hubungan antarmanusia antara kedua negara terus berlanjut hingga saat ini, termasuk sepak bola, dengan banyak pemain Indonesia yang tumbuh dan mendapatkan manfaat dari sistem sepak bola yang berkembang dengan baik. Melalui Belanda, masyarakat Indonesia juga bermigrasi ke negara lain di Eropa.
“Kami ingin memanfaatkan talenta-talenta Indonesia di luar negeri,” tambah Thohir. Asosiasi ini tidak mengabaikan bakat-bakat dalam negeri, namun memperkuat pelatihan pemain muda untuk mempersiapkan masa depan tim nasional.”
Visi Thohir adalah memiliki 154 pemain berkualitas untuk timnas. Proyek naturalisasi PSSI dibangun seiring dengan rencana pengembangan pemain jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang, pada tim U17 dan U19 yang masing-masing berhasil meraih gelar juara dan finis ketiga di turnamen Asia Tenggara tahun ini.
Sepak bola putri juga tak ketinggalan saat tim berlatih di Jepang, dengan tujuh pemain keturunan Belanda.
Pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, berkomitmen mendukung proyek naturalisasi tersebut.
“Olahraga khususnya sepak bola dan bola basket merupakan kebanggaan kita semua,” kata Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Supratman Andi Agtas kepada CNN Indonesia.
Leave a Reply